Origami ternyata memiliki sejarah dan asal-usul yang panjang. Siapa tak
kenal origami. Seni melipat kertas yang sangat populer di negeri sakura
ini, merujuk pada seni melipat kertas menjadi suatu bentuk atau gambaran
tertentu. Bentuk yang dimaksud bisa berupa hewan, tumbuhan, ataupun
benda tertentu.
Origami bisa menggunakan berbagai jenis bentuk kertas. Bisa pula
menggunakan kertas putih maupun berwarna, sebagian yang lain bahkan
memberi warna saat bentuk akhir origami berhasil dibuat. Meski demikian,
ada juga beberapa purist (sebutan untuk para pengamal origami) yang
memberlakukan syarat ketat pada origami, diantaranya:
*Hanya kertas berbentuk bujursangkar yang digunakan
*Gunting, lem, dan alat tulis tidak digunakan sama sekali
Origami dipercaya telah ada sejak kertas pertama kali digunakan, yaitu
pada abad pertama Cina. Tepatnya pada 105 M oleh Ts’ai Lun.
contoh-contoh awal origami yang berasal dari Cina antara lain tongkang
Cina dan kotak. Pada abad ke enam, cara pembuatan kertas itu kemudian
dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab dan ke Jepang (610 M) oleh
seorang sami Buddha bernama Dokyo yang juga merupakan doktor peribadi
Ratu Shotoku.
Perjalanan Origami Tradisional di Jepang
Di Jepang, Origami dipercaya telah ada sejak Zaman Heian (741-1191) di
kalangan kaum sami Shinto sebagai penutup botol sake (arak beras) saat
upacara penyembahan, wanita dan kanak-kanak. Pada masa itu origami masih
dikenal dengan istilah orikata, orisui ataupun orimono. Pada masa itu
memotong kertas menggunakan pisau diperbolehkan. Bentuk yang dikenal
pada zaman Kamakura (1185-1333) adalah noshi. Noshi adalah kependekan
dari noshi-awabi, yaitu daging tiram nipis yang dijemur dan dianggap
sebagai hidangan istimewa orang-orang Jepang. Noshi dianggap sebagai
pembawa keberuntungan pada siapa saja yang menerimanya.
Senjak Zaman Muromachi (1338-1573) penggunaan pisau untuk memotong
kertas telah dihentikan. Origami kemudian berkembang menjadi suatu cara
memisahkan masyarakat golongan kelas atas dan kelas bawah. Samurai
mengikuti ajaran Ise sementara masyarakat biasa mengikut ajaran
Ogasawara. Dalam perkembangannya origami telah menjadi begitu identik
dengan budaya Jepang, yang diwariskan secara turun-temurun dari masa ke
masa. Origami terutama berkembang dengan menggunakan kertas asli Jepang
yang disebut Washi. Saat ini origami telah menjadi sesuatu yang tak
terpisahkan dari budaya orang Jepang. Terutama dalam dalam upacara adat
keugamaan Shinto yang tetap dipertahankan hingga sekarang.
Dalam tradisi shinto, kertas segi empat dipotong dan dilipat menjadi
lambang simbolik Dewata dan digantung di Kotai Jingu (Kuil Agung
Imperial) di Ise sebagai sembahan. Pada upacara perkimpoian Shinto,
kertas membentuk rama-rama jantan (o-cho) dan rama rama betina (me-cho)
menggunakan asas bom air “water bom”, membalut botol sake (arak beras)
sebagai lambang pengantin lelaki dan perempuan. Selain itu Origami juga
digunakan untuk upacara keagamaan yang lain. Pada mulaannya Origami
hanya diajarkan secara lisan. Panduan tertulis membuat origami dikenal
ada dalam buku Senbazuru Orikata (Bagaimana Melipat Seribu Burung
Jenjang/Orizuru)) pada 1797.
Ketika itu origami masih dikenali sebagai orikata. Buku ini dianggap
buku Origami tertua di dunia dan mengandungi 49 REN-ZURU (Jenjang
berkait) dan KYO-KA (puisi lucu pendek). Pengarangnya bernama AKISATO
RITO yang mengumpulkan model-model GIDO bersama KYO-KA dan
menerbitkannya sebagai Senbazuru Orikata. Pada tahun yang sama suatu
risalah berjudul “Chushingura Orikata” yang memuat lipatan bentuk
manusia turut dikeluarkan oleh pengarang yang sama. Pada 1850 suatu
naskah tulisan lain berjudul Kayaragusa diterbitkan. Naskah ini berisi 2
bagian origami , yaitu rehlah dan keagamaan. Kebanyakannya merupakan
model origami yang terdapat pada Chushingura Orikata.
Pada 1819 buku “Sekejap mata menghasilkan burung kertas” memperlihatkan
bagaimana burung dihasilkan dari kertas. Kemudian pada tahun 1845
kumpulan lengkap bentuk lipatan tradisi Jepang ditulis dan diterbitkan
dalam buku Kan no mado. Buku itu berisi lebih kurang 150 contoh origami,
termasuk model katak. Pada tahun 1880 seni melipat kertas itu mulai
orang dengan Origami. Kata itu berasal dari bahasa Jepang oru (melipat)
dan kami (kertas). Kata origami kemudian mulai menggantikan istilah
orikata, orisui ataupun orimono. Pada zaman Showa (1926-1989) origami
kurang diminati dan hanya noshi yang masih populer digunakan untuk
pertukaran hadiah antara samurai. Waktu itu kertas merah dan putih
digunakan untuk membalut kepingan nipis daging, tiram, atau ikan.
Pada zaman Edo (1600-1868) produksi kertas yang berlimpah menjadikan
kertas mudah diperoleh. Ini menjadikan origami berkembang lebih pesat.
Pada akhir zaman Edo hampir 70 bentuk dihasilkan termasuk burung jenjang
(Orizuru), katak, kapal dan balon yang masih tetap dikenal hingga
sekarang. Pada era Genroku (1688-1704), corak kain origami burung
jenjang (Orizuru), dan corak pelbagai bot menjadi populer dan sering
dibuat dalam corak kain Ukiyoe. Ini memperlapang jalan origami untuk
berkembang lebih luas pada masa sekarang. Pada zaman Meiji (1868-1912),
origami digunakan sebagai alat mengajar di taman kanak-kanak dan sekolah
dasar. Itu semua berkat pengaruh dari ahli pendidikan Friedrich Wilhelm
August Fröbel (1782-1852).
Beliau adalah seorang pendidik Jerman pada abad ke-19. Beliau
menggunakan origami tradisional eropa untuk menghasilkan bentuk
geometrik. Konsep ini kemudian dipakai secara meluas di Taman
Kanak-kanak di Jepang.
ORIGAMI MODERN
Origami modern mengenal bentuk lipatan baru yang berbeda dengan bentuk
lipatan klasik. Origami modern ini mulai diperkenalkan oleh Akira
Yoshizawa di Jepang. Hasil kreatifitasnya berbentuk ramalan bintang
diterbitkan dalam majalah “Asahi Graf” edisi Januari 1952. publikasi ini
kemudian diikuti dengan pameran hasil karyanya di Museum Stadtlich
Amsterdam pada November 1955.
Akira Yoshizawa mempopularkan bentuk-bentuk origami baru yang berbeda
dengan bentuk origami tradisional. Dia turut memperkenalkan bentuk awal
hewan berkaki empat dengan menggabungkan 2 keping kertas yang berlipat.
Semenjak itu pelipat kertas yang lain juga sukses menggunakan asas
“Blintzed” untuk membuat lipatan hewan berkaki empat yang dibuat dari
selembar kertas tanpa dipotong.
Pameran origami Akira Yoshizawa pada 1960an telah mempopularkan origami
di dunia barat. Akira Yoshizawa bersama Sam Randlett kemudian
memperkenalkan sistem garis dan anak panah yang digunakan sebagai arahan
untuk melipat origami yang dapat dipahami oleh semua orang tanpa
menggunakan bahasa.
Dalam usianya ke-83 pada tahun 1999, Akira Yoshizawa telah menghasilkan
hampir 50.000 bentuk. Dia selalu memberi tekanan pada ketelitian dan
ketepatan dalam bentuk untuk objek origami.
Dan sekarang, telah dikenal berbagai model origami mengagumkan yang
diciptakan oleh para pakar origami di seluruh dunia. padahal dahulu,
bentuk badan dan kaki hanya bisa dibayangkan saja. Sekarang bentuk
anatomi yang tepat telah berhasil dihasilkan. Yang menjadi tantangan
pada masa sekarang adalah bagaimana menghasilkan serangga dengan spesies
khusus yang bisa dikenali dengan tepat.
Selain dalam pencapaian teknikal, seni lipat kertas origami juga
mengalami perkembangan pesat dalam hal jenis dan pilihan kertas yang
dipilih. Dalam hal ini Yoshizawa telah mendahului dengan pameran yang
mengagumkan, yaitu karya yang menyerupai benda asli. Dia memperkenalkan
teknik gabungan kertas mulberi seperti unryu atau chiri yang cukup
sesuai untuk lipatan. Yoshizawa juga memperkenalkan lipatan basah, di
mana kertas tebal dilipat ketika masih basah. Dengan demikian diperoleh
model 3 dimensi dengan sudut lipatan lembut dibentuk.
Sekarang ini, untuk menghasilkan suatu lipatan mengagumkan berwujud
origami bukan lagi menjadi rahasia. ada banyak perhimpunan pecinta
origami. Baik di Jepang, maupun luar Jepang. Beberapa diantaranya
membuat situs web yang dapat diakses siapa saja. Selain itu juga
terdapat juga pribadi-pribadi yang membuat web origami sendiri. Jadi
setiap orang dapat belajar membuat origami secara lebih mudah dengan
panduan web yang mereka buat.